Celakalah Engkau Wahai Dinar!
Sebuah kisah menarik tentang Dinar Al-Ayyar. Dinar mempunyai seorang ibu yang shalihah, yang selalu menasihatinya untuk bertaubat dari kemaksiatan dan dosa-dosanya. Namun sebanyak apapun dia mencoba, kata-katanya tidak pernah membawa pengaruh yang baik terhadap puteranya. Lalu pada suatu hari ketika Dinar berjalan melewati sebuah pemakaman, ia berhenti untuk mengambil sebuah tulang; dia terkejut menyaksikan bagaumana tulang itu remuk dan menjadi debu ditangannya. Pemandangan tulang itu memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap Dinar. Dia mulai berpikir tentang kehidupan dan dosa-dosanya di masa lalu, kemudia dia berteriak, “Celakalah engkau wahai Dinar, engkau akan berakhir seperti tulang yang hancur ini, dan tubuhmu akan berubah menjadi debu.” Semua dosa di masa lalunya berkelabat di depan matanya, dan dia berketetapan hati untuk beraubat. Sambil mengarahkan pandangannya ke langit ia berkata, “Tuhanku, kini aku menghadap-Mu dengan kepasrahan yang sempurna, maka terimalah dariku, dan berilah rahmat-Mu kepadaku.”
Dengan ketetapan hati dan pikiran yang telah berubah, Dinar datang kepada ibunya dan berkata,
“Wahai ibu, apakah yang dilakukan seorang tuan ketika menangkap budaknya yang telah lari darinya?”
Untuk menghukum Dinar Ibunya berkata, “Tuan itu lalu menyediakan baginya pakaian kasar dan makanan yang buruk, dan mengikat tangan dan kakinya, agar dia tidak mencoba untuk lari lagi.”
Dinar berkata. “Kalau begitu aku ingin pakaian dari kain wol yang kasar, gandum yang buruk dan dua rantai. Wahai ibu, lakukanlah kepadaku apa yang dilakukan ter-hadap hamba sahaya yang melarikan diri. Mungkin setelah melihat kehinaan dan ke-rendahanku, Dia akan merahmati aku.” Melihat ketetapan hati dan kesungguhan permintaan anaknya, ibunya pun menurutinya.
Pada awal malam berikutnya, Dinar mulai menangis dan meratap tak terkendali. Dan dia terus-menerus mengulang kata-kata, “Celakalah engkau wahai Dinar, apakah engkau memiliki kekuaatan untuk menahan api neraka! Betapa tidak tahu malunya dirimu, menjalani hidup yang membuatmu pantas untuk mendapatkan murka Yang Maha Kuasa!” Dia terus berada dalam keadaan demikian sampai pagi. Menjadi lesu dan pucat, tubuh Dinar perlahan-lahan menjadi kurus. Tank sanggup melihatnya terus meratap dalam keadaan yang menyedihkan itu, ibunya berkata:
”Anakku, kasihanilah dirimu.”
Dia menjawab: ”Ibu, biarlah aku merasa letih selama beberapa saat, mungkin aku bisa mendapatkan kenyamanan yang panjang setelahnya. Karena esok, aku akan menunggu dihadapan Tuhanku yang Maha Tinggi, dan aku tidak tahu apakah Dia akan memerintahkan aku untuk memasuki tempat naungan yang indah, atau ke tempat dengan kengerian yang tak dapat dikatakan.”
Ibunya berkata, ”Anakku, setidaknya beristirahatlah barang sebentar.” Dinar berkata, ”Bukan istirahat di waktu sekarang yang aku cari, ibu. Seolah aku melihat engkau dan orang-orang ditunjukkan jalan menuju Surga esok hari, sedangkan aku ditunjukkan kepada Neraka bersama-sama dengan penghuninya.” Sang ibu lalu meninggalkannya, dan ia kembali menangis, beribadah, dan membaca Al-Qur’an. Suatu malam ketika membaca Al-Qur’an, ia melewati ayat berikut:
فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِيْنَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
” Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (QS Al-Hijr [15] : 92-93)
Ketika dia mentadaburi artinya dan maksud dari ayat tersebut, dia menangis sejadi-jadinya hingga pingsan. Ibunya segera mendatanginya dan berusaha sekuat tenaga untuk menyadarkannya, tetapi dia tidak bereaksi. Ibnnya mengira dia telah mati. Melihat ke wajah anaknya tercinta, dia berkata, ”Duhai anakku sayang, duhai permata hatiku, dimana kita akan bertemu lagi?” Ternyata Dinar masih hdiup, dan mendengar perkataan ibunya, diamenjawab dengan suara lirih. ”Ibu, jika engkau tidak menemukanku di padang mashyar yang luas, maka bertanyalah kepada Malik, sang penjaga Neraka, tentangku.” Lau dia pun mati.
Setelah selesai memandikannya, ibu Dinar mempersiapkan pemakamannya. Dia keluar dan membuat pengumuman. ”Wahai manusia, datangilah shalat jenazah dari seseorang yang terbunuh karena (ketakutannya terhadap) neraka.” Orang-orang pun berdatangan dari segala penjuru, dikatakan bahwa pada masa itu, tidak ada perkumpulan yang lebih besar dan tidak ada air mata yang ditumpahkan melebihi hari itu.
Pada malam yang sama setelah pemakamannya, salah seorang teman Dinar melihatnya di dalam mimpi, mengenakan jubah hijau. Dinar berjalan dengan gembira mengitari Surga, sambil membaca ayat ini:
” Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.”
Dalam mimpi, temannya mendengar dia berkata: ”Demi Dia yang Maha Kuasa, Dia bertanya kepadaku (tentang amal perbuatanku). Dia merahmatiku, Dia mengampuni dan memaafkanku (dosa-dosaku). Wahai, sampaikanlah berita ini kepada ibuku.”
(Sumber: Stories of Repentance, oleh: Muhammad Abdul Mughawiri translasi oleh Ummu Abdullah)